- Back to Home »
- METODOLOGI Studi ISLAM "ISlam sebagai pegtehuan Ilmiah
Posted by : Unknown
Senin, 23 November 2015
METODOLOGI Studi ISLAM
“ISLAM SEBAGAI PENGTAHUAN ILMIAH”
D
I
S
U
S
U
N
Oleh : kelompok 7 (PGMI 03)
1.
MUHAMMAD FIKRI (
14270077)
2.
RAMONA ( 14270096)
3.
REYES PRANANDO (14270101)
Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Raden Fatah Palembang
2015 – 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Rasa ingin tahu yang bersifat ilmiah dan
penyelidikan-penyelidikan ilmiah yang sistematis merupakan ciri-ciri yang
menonjol dalam peradaban Islam. Hal ini tidak mengherankan karena Islam adalah
sebuah agama yang rasional tetapi bukan sebuah agama yang rasionalistis
(berpijak pada rasio semata). Agama Islam mengembangkan sebuah kesadaran yang
tinggi mengenai kedudukan akal sebagai inti dalam tradisi-tradisi agama dan
dalam mempertahankan sikap kritis terhadap ilmu pengetahuan. Islam tak hanya
menghargai dan menyuruh belajar tapi juga memberikan metode pengamatan yang
rasional. Dengan begitu, Islam tidak hanya menghasilkan “ilmuwan-ilmuwan”
besar, tetapi juga sebuah tradisi sains yang menyeluruh -sebuah tradisi yang
mengintegrasikan obyektifitas ilmiah di dalam Filsafat Islam.[1]
Aristoteles memulai metafisikanya dengan pernyataan
“setiap manusia dari kodratnya ingin tahu”. Pernyataan ini tampak berbenturan
dengan generasi sebelumnya, Sokrates, yang menganggap “ia tahu bahwa ia tidak
tahu”, sehingga Delphi menginterpretasikan tidak ada manusia yang lebih
bijaksana dari pada Sokrates dengan pernyataan: “tidak ada manusia yang
mempunyai pengetahuan, tetapi sementara orang lain mengira bahwa mereka
mempunyai pengetahuan, Sokrates sendiri yang mengetahui bahwa ia tidak tahu”.
Pandangan Aristoteles tentang keingintahuan manusia
dan pandangan Sokrates yang menganggap bahwa ketidaktahuan merupakan kenyataan
kodrati manusia, sesungguhnya bukan merupakan pandangan yang secara essensial
harus dipertentangkan satu sama lain. Akan tetapi pada prinsipnya dapat
ditemukan relasi dari keduanya. Langkah pertama menuju pengetahuan yang
dibayangkan Aristoteles sejatinya merupakan kesadaran Socratik bahwa manusia
tahu bahwa ia tidak tahu, sehingga ada keinginan untuk tahu dan keinginan
tersebut dapat diwujudkan. Titik temu yang dapat ditarik dari keduanya adalah
eksistensi pengetahuan sebagai bagian penting yang pasti ada pada diri manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Arti dan Perbedaan antara
Pengetahuan, Ilmu, dan Filasafat.
1
Pengetahuan
Istilah pengetahuan, ilmu (sains), dan filsafat
pada pembahasan sebelumnya banyak disinggung sebagai bagian dari ruang lingkup
pengetahuan itu sendiri. Namun demikian, meskipun ketiganya memiliki persamaan
sebagai pengetahuan tetap ditemukan perbedaan-perbedaan mendasar, baik dari
segi pengertian, fungsi maupun cara-cara untuk memperolehnya. Untuk melihat
perbedaan-perbedaan tersebut lebih jauh, sangat penting terlebih dahulu
dipaparkan pengertian dari ketiganya.
Dalam Encyclopedia of Philosophy –
sebagaimana dikutip Selamat Ibrahim S. DEA, pengetahuan didefenisikan sebagai
kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief). Berdasarkan
pengertian ini ia menyimpulkan bahwa pengetahuan merupakan sesuatu yang harus
benar, sebab jika tidak benar maka sesuatu itu bukan merupakan pengetahuan
melainkan kekeliruan atau kontradiksi. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah:
apakah setiap pengetahuan harus memiliki kesimpulan yang benar?.
Pada dasarnya pengetahuan merupakan segala sesuatu
yang diketahui manusia, baik pengetahuan tersebut merupakan kesimpulan yang
benar maupun pengetahuan dengan kesimpulan yang salah (keliru). Pada bagian
terdahulu misalnya, telah dipaparkan perkembangan pengetahuan manusia dari
taraf yang paling rendah – bahkan keliru dalam pandangan pengetahuan masyarakat
modern – hingga pengetahuan ilmiah yang sangat mendukung kelangsungan hidup
umat manusia. Oleh karenanya pengetahuan bisa saja salah, akan tetapi
pengetahuan yang hakiki sejatinya merupakan pengetahuan yang benar.
Dalam kajian filsafat, umumnya ada empat kelompok
manusia terkait dengan pengetahuan, yaitu: pertama, manusia tahu bahwa ia tahu;
kedua, manusia tahu bahwa ia tidak tahu; ketiga, manusia tidak tahu bahwa ia
tahu; dan keempat, manusia tidak tahu bahwa ia tidak tahu. Dengan demikian,
pengetahuan yang diperoleh manusia benar-benar ada ketika ia mengetahui objek
yang ingin diketahui. Pengetahuan biasa umumnya tidak mempersoalkan
hal ini, apakah manusia tahu bahwa ia tahu, atau justru tidak tahu bahwa ia
tidak tahu.
Menurut epistemologi Islam, pengetahuan adalah
sebagai sebuah pohon, sedang berbagai sains itu adalah cabang-cabangnya yang
tumbuh dan mengeluarkan dedaunan beserta buah-buahan sesuai dengan sifat pohon
itu sendiri. Tapi, karena cabang-cabang sebuah pohon tidak tumbuh terus
menerus, maka sebuah disiplin tidak perlu dituntut melampaui batas-batasnya.
Menuntut sebuah cabang ilmu pengetahuan tertentu dengan melampaui
batas-batasnya akan menjadi sebuah aktivitas yang sia-sia. Bukankah jika sebuah
cabang tumbuh terus-menerus, akhirnya ia akan menghancurkan keharmonisan
seluruh pohon?
Salah satu di antara artikulasi-artikulasi terbaik
mengenai epistemologi ini kita temui dalam Book of knowledge karya
Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali (1058-1111). Al Ghazali adalah seorang guru
besar di Akademi Nizamiyyah Baghdad[2].
pengetahuan terdiri dari tiga buah kriteria:
a.
Sumber
· Pengetahuan
yang diwahyukan: Pengetahuan ini kita peroleh dari para Nabi dan Rasul, tidak
kita peroleh dengan menggunakan akal seperti ilmu hitung, juga tidak dengan
percobaan-percobaan seperti obat-obatan atau dengan pendengaran seperti
bahasa-
bahasa”. Pengetahuan yang tidak diwahyukan: sumber pokok dari “ilmu-ilmu” ini adalah akal, pengamatan, percobaan, dan akulturasi (penyesuaian).
bahasa”. Pengetahuan yang tidak diwahyukan: sumber pokok dari “ilmu-ilmu” ini adalah akal, pengamatan, percobaan, dan akulturasi (penyesuaian).
b.
Kewajiban-Kewajiban
· Pengetahuan
yang diwajibkan kepada setiap orang (fardh al ‘ain): yaitu pengetahuan
yang penting sekali untuk keselamatan seseorang, misalnya etika sosial,
kesusilaan, dan sebagainya.
· Pengetahuan
yang diwajibkan kepada masyarakat (fardh al kifayah): yaitu pengetahuan
yang penting sekali untuk keselamatan seluruh masyarakat. Misalnya pertanian,
obat-obatan, arsitektur dan teknik mesin.
c.
Fungsi
Sosial
· Ilmu-Ilmu
yang patut dihargai: yaitu ilmu-ilmu (sains) yang berguna dan tak boleh
diabaikan “karena segala aktifitas hidup ini tergantung kepadanya…”
· Ilmu-ilmu
yang patut dikutuk: termasuk astrologi, magik, studi ilmiah mengenai cara-cara
penyiksaan, dan sebagainya.
Di dalam kerangka di atas, sains dan kemanusiaan
tidak berdiri sebagai “dua buah kultur” yang saling terpisah tetapi sebagai dua
pilar yang memperoleh rasa solidaritasnya yang vital dari keseluruhan kultur
manusia. Jadi, di dalam kerangka ini, pengetahuan itu sekaligus bersifat
dinamis dan statis. Terdapat perkembangan setahap-demi setahap dalam
bentuk-bentuk ilmu pengetahuan (sains) tertentu, sementara terdapat pula
kesadaran akan keabadian pengetahuan prinsipil yang diperoleh dari wahyu itu.
Kerangka pengetahuan Islam tak pernah menutup mata terhadap pengetahuan yang
diwahyukan itu, pengetahuan yang merupakan “matriks” kerangka bagi semua sains.
2
Ilmu (Sains)
Pengetahuan sebagai pengetahuan yang benar
dibicarakan dalam ranah pengetahuan ilmiah (ilmu/sains). Ilmu (sains) adalah
pengetahuan yang bertujuan untuk mencapai kebenaran ilmiah tentang objek
tertentu yan diperoleh melalui pendekatan, metode dan sistem tertentu.[3] Jika
proses cerapan rasa tahu manusia merupakan pengetahuan secara umum yang tidak
mempersoalkan seluk beluk pengetahuan tersebut, ilmu – dengan cara khusus dan
sistematis – dalam hal ini mencoba untuk menguji kebenaran pengetahuan tersebut
secara lebih luas dan mendalam. Ilmu tidak hanya berbicara tentang hakikat (ontologis)
pengetahuan itu sendiri, melainkan juga mempersoalkan tentang bagaimana (epistemologis)
pengetahuan tersebut dapat diproses menjadi sebuah pengetahuan yang benar-benar
memiliki nilai guna (aksiologis) untuk kehidupan manusia. Oleh
karenanya, perkembangan ilmu pengetahuan itu pada dasarnya bersifat dinamis.
Ilmu pengetahuan pada prinsipnya merupakan
sebuah tesisyang diuji dengan antitesis sehingga
menghasilkan pengetahuan yang baru (sintesis). Hail pengetahuan baru
tersebut (sintesis) akan menjadi sebuah tesis yang baru
pula sehingga akan diuji kembali dengan antitesis yang baru
dan akan melahirkan pengetahuan yang baru (sintesis).[4] Demikian
seterusnya, ilmu pengetahuan akan terus berjalan secara dinamis bagaikan “anak
tangga” mengikuti pola 1, 2, 3,…dst.
3
Filsafat
Selain pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah
(sains) yang telah dipaparkan di atas, filsafat juga merupakan bagian penting
yang turut dibicarakan dalam ranah pengetahuan, sebab filsafat merupakan bagian
dari pengetahuan itu sendiri. Filsafat memiliki pengertian yang cukup beragam,
antara lain:
1.
All learning exclusive of technical precepts and
practical arts;
2.
a discipline comprising as it core logic,
aesthetic, ethics, metaphysic, and epistemology;
3.
a search for a general understanding of values and
reality by chiefly speculative rather than observational means;
4.
an analysis of the ground of and concepts
expressing fundamental beliefs;
5.
a theory underlying or regarding a sphere of
activity of thought;
6.
the most general beliefs, concepts and attitudes of
and individual or group;
Perbedaan akan lebih mudah dilihat dengan membuat
tabulasi tentang fungsi dan cara memperoleh pengetahuan berdasarkan tiga jenis pengetahuan
tersebut (pengetahuan, sains, dan filsafat) sebagaimana ditunjukkan pada tabel
berikut:
Jenis
Pengetahuan
|
Fungsi
|
Cara
Memperolehnya
|
Pengetahuan
Biasa
|
Untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tanpa mempersoalkan seluk beluk
pengetahuan secara mendalam
|
Melalui
pencernaan indra dan pengalaman secara umum
|
Ilmu
(Sains)
|
Untuk
menguji kebenaran dari pengetahuan manusia secara umum yang berkisar pada
pengalaman sehari-hari guna memenuhi kebutuhan hidup manusia
|
Melalui
penalaran dengan metode dan cara-cara tertentu secara objektif dan sistematis
|
Filsafat
|
Untuk
mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan akhir guna menemukan kebenaran
yang hakiki
|
Melalui
penalaran yang luas dan mendasar dengan pola berpikir sistematis
|
Penjelasan di atas menunjukkan perbedaan signifikan
pada fungsi dan cara memperoleh pengetahuan dari ketiga jenis pengetahuan yang
sedang dibahas. Meskipun pengetahuan secara umum bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia – karena pengetahuan tidak lain merupakan jawaban dari
berbagai pertanyaan yang muncul berhubungan denagan persoalan-persoalan hidup,
fungsi spesifik dari ketiga jenis pengetahuan di atas tetap mengandung beberapa
perbedadan disamping perbedaan cara memperolehnya. Perbedaan yang lain,
khususnya yang dapat ditemukan di antara ilmu dan filsafat, adalah bahwa
filsafat berupaya mencari hakikat dari segala sesuatu, bukan hanya sekedar
relasi kausal atau penjelasan deskriptif saja, sementara ilmu pengetahuan
merupakan fragmentaris yang menjadikan suatu bagian tertentu sebagai bidang
kajiannya.
B.
Metode
Ilmiah dan Stuktur Pengetahuan Ilmiah
a.
Metode Ilmiah
Nazir (1998)
menjelaskan, metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk
memperoleh pengetahuan secra sistematis berdasarkan bukti fisis (Ahmad
Tanzeh:2009). Ilmuan melakukan observasi serta membentuk hipotesis dalam
usahanya untuk menjelaskan fenomena alam. Metode ilmiah boleh dikatakan suatu
pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis.
Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis dari
fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang
fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan yang sistematis.
Menurut
Almack (1930) dalam Ahmad Tanzeh (2009), metode ilmiah adalah cara
menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan
kebenaran. Sedangkan Ostle berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran
terhadap sesuatu untuk memperoleh sesuatu interelasi.
Kriteria
Metode Ilmiah
Metode
ilmiah dalam meneliti mempunyai kriteria serta langkah-langkah tertentudalam
bekerja, seperti dalam tabel berikut:[6]
Metode
Ilmiah
|
|
Kriteria
|
Langkah-langkah
|
a. Berdasarkan
fakta
b. Bekas
dari prasngka
c. Menggunakan
prinsip-prinsip analisis
d. Menggunakan
hipotesa
e. Menggunakan
ukuran yang objektif
f. Menggunakan
teknik kuantifikasi
|
a) Memilih
dan mendefinisikan masalah
b) Survey
terhadap data yang tersedia
c) Mempormulasikan
hipotesa
d) Membangun
kerangka analisa
e) Mengumpulkan
data primer
f) Mengolah,
menganalisa serta membuat interpretasi
g) Membuat
generalisasi dan kesimpulan.
h) Membuat
laporan
|
Diadaptasi dari
Nazir 1988;42
Supaya suatu
metode yang digunakan dalam penelitian disebut ilmiah, maka metode tersebut
harus mempunyai beberapa kriteria, yaitu:[7]
·
Berdasarkan Fakta
Keterangan-keterangan yang ingin diperoleh dalam
penelitian, baik yang akan dikumpulkan dan yang akan dianalisa, haruslah berdasarkan
fakta-fakta yang nyata. Bukan berdasarkan pada daya khayalan, kira-kira,
legenda atau sejenisnya.
·
Bebas dari Prasangka
Metode ilmiah harus bebas dari prasangka, bersih
dan jauh dari pertimbangan subyektif. Menggunakan suatu fakta haruslah dengan
alasan dan bukti yang lengkap dan dengan pembuktian.yang obyektif.
·
Menggunakan prinsip analisa
Dalam memahami serta memberi arti terhadap fenomena
yang kompleks, harus menggunakan prinsip analisa. Semua masalah harus dicari
sebab musabab serta pemecahannya dengan mengguanakan analisa yang logis. Fakta
yang mendukung tidaklah dibiarkan sebagaimana adanya atau hanya dibuat
deskripsinya saja. Tetapi semua kejadian harus dicari sebab akibat dengan
menggunakan analisa yang tajam.
·
Menggunakan hipotesa
Dalam metode ilmiah, peneliti harus dituntun dalam
proses berpikir dengan menggunakan analisa. Hipotesa harus ada untuk
mengonggok-kan persoalan serta memandu jalan pikiran ke arah tujuan yang ingin
dicapai sehingga hasil yang ingin diperoleh akan mengenai sasaran dengan tepat.
Hipotesa merupakan pegangan yang khas dalam menuntun jalan pikiran peneliti.
·
Menggunakan ukuran obyektif
Kerja penelitian dan analisa harus dinyatakan
dengan ukuran yang obyektif. Ukuran tidak boleh dengan merasa-rasa atau
menuruti hati nurani. Pertimbangan-pertimbangan harus dibuat secara obyektif
dengan menggunakan pikiran yang waras.
·
Menggunakan kuantifikasi
Dalam memperlakukan data ukuran kuantitatif yang
lazim digunakan, kecuali untuk atribut-atribut yang tidak dapat
dikuatifikasikan. Ukuran-ukuran yang digunakan misalnya ton, mili meter, detik,
tak hingga dan sebagaimana. Bukan menggunakan ukuran sejauh mata memandang,
sehitam pekat aspal dan sebagainya yang dianggap tidak dapat diukur dengan akal
manusia. Kuantifikasi yang mudah adalah dengan menggunakan ukuran
nominal, ranking dan rating.
b.
Struktur Pengetahuan Ilmiah
Struktur
artinya adalah susunan, dengan menggabungkan struktur bersama pengetahuan.
Artinya menjadi susunan pengetahuan dan ditambah lagi dengan kata ilmiah yang
berarti harfiahnya adalah susunan pengetahuan yang tertata dengan baik dan
sistematis.
C.
Klasifikasi
Pengetahuan Ilmu Alam, Ilmu Sosial dan Humaniora
1.
Ilmu
Pengetahuan Alam
Ilmu pengetahuan
alam adalah
ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam. Hubungan agama Islam dengan ilmu
pengetahuan dalam bidang alam, Islam bersikap terbuka dan selektif. Dari satu
segi Islam terbuka untuk menerima berbagai masukan dari luar, tetapi berssamaan
dengan itu Islam juga selektif, yakni tidak begitu saja menerima seluruh jenis
ilmu alam yang tidak sejalan dengan Islam. Dalam bidang ilmu dan teknologi,
Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk bersikap terbuka. Sekalipun Islam
bukan timur dan bukan barat, ini tidak berarti Islam harus menutup diri dari
keduanya. Bagaimanapun, Islam adalah sebuah paradigma terbuka. Ia merupakan
mata rantai peradaban dunia ilmu dan teknologi. [8]
Hubungan
agama Islam dengan ilmu pengetahuan dalam bidang alam, dapat pula dilihat dari
lima ayat Surah Al-’Alaq yang diturunkan Allah SWT, kepada Nabi Muhammad SAW di
gua Hira, yang artinya: ”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha Pemurah, Dialah yang mengajarkan manusia dengan pena, Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-’Alaq (96 : 1 –
5 )
2.
Ilmu-ilmu
Sosial
Ilmu-ilmu Sosial, yaitu ke ilmu-ilmu yang
mempelajari perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Sifat Ilmu-ilmu Sosial
itu spesifik karena disertai kajian mendalam. Ilmu-ilmu Sosial merupakan
terjemahan dari Social Sciences. Di antara ilmu-ilmu sosial itu ada: (1).
Geografi, yang mempelajari kehidupan bersama manusia dalam hubungan atau
interaksinya dengan lingkungan alam dan sosial; (2). Ekonomi, yang mempelajari
bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup mereka; (3). Sejarah,
yang mempelajari tingkah-laku (aktivitas) manusia pada masa lalu; (4)
Antropologi, yang mempelajari kehidupan masyarakat tradisional; (5) Sosiologi,
yang mempelajari interaksi antarwarga masyarakat; (6) Hukum, yang mempelajari
bagaimana kehidupan masyarakat diatur dengan undang-undang; (7) Politik, yang
mempelajari bagaimana penyelenggaraan negara dilaksanakan supaya tujuan
bernegara dapat dicapai.[9]
3.
Ilmu Humaniora
Ilmu-ilmu Humaniora adalah ilmu-ilmu pengetahuan
yang dianggap bertujuan membuat manusia lebih manusiawi, dalam arti membuat
manusia lebih berbudaya. Contoh: Teologi, filsafat, hukum, sejarah, fiologi,
bahasa, kesusastraan, dan kesenian.
Humaniora atau Humaniteis adalah bidang-bidang studi
yang berusaha menafsirkan makna kehidupan manusia dan berusaha menambah
martabat kepada penghidupan dan eksistensi manusia menurut Elwood
mendefinisikan “Humaniora” sebagai seperangkat dari perilaku moral manusia
terhadap sesamanya, beliau juga mengisyaratkan pengakuan bahwa manusia adalah
makhluk yang mempunyai kedudukan amung (unique) dalam ekosistem, namun
sekaligus juga amat tergantung pada ekosistem itu dan ia sendiri bahkan
merupakan bagian bidang-bidang yang termasuk humaniora meliputi agama, filsafat,
sejarah, bahasa, sastra, dan lain-lain. Manfaat pendidikan humaniora adalah
memberikan pengertian yang lebih mendalam mengenai segi manusiawi.[10]
Ada hubungan sangat erat antara antropologi dan
humaniora yang kesemuanya memberikan sumbangan kepada keduanya sebagai kajian
umum mengenai manusia. Bagi para humanis, bahan antropologis juga sangat
penting. Dalam deskripsi biasa mengenai kebudayaan primitif, ahli etnografi
tradisional biasanya merekam sebagai macam mite dan folktale, menguraikan
artifak, musik dan bentuk-bentuk karya seni, barangkali juga menjadi subjek
analisa bagi para humanis dengan menggunakan alat-alat konseptual mereka
sendiri.
D.
Pendekatan
Interdisiplin dan Multidisiplin dalam Studi Islam.
Islam selain sebagai ajaran agama yang khas, juga tampil sebagai sebuah
disiplin ilmu, yaitu ilmu keislamam, diantara disiplin ilmu keislaman sebagai
sebuah disiplin ilmu, yaitu Al-quran/tafsir, hadis/ilmu hadis, sejarah
kebidayaan Islam dan pendidikan Islam.[11]
Harun Nasution mengatakan bahwa Islam berlainan dengan apa yang umum diketahui.
Islam bukan hanya mempunyai satu-dua aspek, tetapi mempunyai berbagai aspek.
Islam mempunyai aspek teknologi, aspek ibadah, aspek moral, aspek mitisme,
aspek filsafat, aspek sejarah, aspek budaya dan aspek ritual lainnya. Inilah
yang selanjutnya membawa kepada timbulnya berbagai jurusan dan fakultas di
Institut Agama Islam Negri, STAIN, UIN dan sekolah tinggi yang bernafaskan
Islam di tanah air.
Ajaran Islam secara dominan ditandai oleh pendekatan normatif, historis dan
filosofis. Ajaran Islam memiliki ciri-ciri yang secara keseluruhan sangat
ideal. Islam agama yang mengajarkan perdamaian, toleransi, terbuka,
kebersamaan, kerja keras yang bermutu, adil seimbang antara urusan dunia dan
skhirat. Islam harus berharta, memiliki kepekaan terhadap masalah sosial
kemasyarakatan. Islam wajib mengutamakan pencegahan dalam bidang kesehatan
dengan cara memperhatikan segi kebersihan badan, pakaian, makanan, tempat
tinggal dan lingkungan, Islam juga tampil sebagai disiplin ilmu keIslaman
dengan berbagai cabangnya.
Untuk sampai kepada keadaan yang mampu bersentuhan dengan berbagai persoalan
aktual berkaitan dengan dimensi kehidupan, manusia memerlukan pendekatan baru
yang lebih relevan. Agama tidak cukup dipahami dari suatu pendekatan saja,
melainkan harus dipahami dan dianalisis dengan menggunakan berbagai pendekatan
yang komperhensif, aktual dan integral. Seseorang yang ingin memahami agama
dalam hubungannya dengan berbagai masalah tersebut perlu melengkapi diri dengan
ilmu-ilmu bantu seperti filsafat, sejarah, antropologi, sosiologi dan ilmu alam
lainnya.
Ilmu-ilmu keislamam yang selama ini terkesan tertutup, sebenarnya tetap konsis
dapat diaktualisasikan dan dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman.
Mengembangkan ilmu-ilmu keislaman, harus melengkapi diri dengan ilmu bantu dan
menguasai teori-teori penelitian lengkap dengan metodenya, baik secara teoritis
maupun praktis. Pemahaman agama yang komperhensif, aktual dan integral telah
memberikan petunjuk praktis tentang bagaimana ilmu agama itu dipelajari dan
diajarkan. Dengan cara ini umat Islam dapat memahami agama yang utuh dan
integral. Juga dapat mengembangkan dan merespon berbagai persoalan aktual dalam
kehidupan modern.
BAB III
PENUTUP
·
KESIMPULAN
Istilah
pengetahuan, ilmu (sains), dan filsafat pada pembahasan sebelumnya banyak
disinggung sebagai bagian dari ruang lingkup pengetahuan itu sendiri. Namun
demikian, meskipun ketiganya memiliki persamaan sebagai pengetahuan tetap
ditemukan perbedaan-perbedaan mendasar, baik dari segi pengertian, fungsi
maupun cara-cara untuk memperolehnya. Untuk melihat perbedaan-perbedaan
tersebut lebih jauh, sangat penting terlebih dahulu dipaparkan pengertian dari
ketiganya.
Pengetahuan
sebagai pengetahuan yang benar dibicarakan dalam ranah pengetahuan ilmiah
(ilmu/sains). Ilmu (sains) adalah pengetahuan yang bertujuan untuk mencapai
kebenaran ilmiah tentang objek tertentu yan diperoleh melalui pendekatan,
metode dan sistem tertentu. Jika proses cerapan rasa tahu manusia
merupakan pengetahuan secara umum yang tidak mempersoalkan seluk beluk
pengetahuan tersebut, ilmu – dengan cara khusus dan sistematis – dalam hal ini
mencoba untuk menguji kebenaran pengetahuan tersebut secara lebih luas dan mendalam.
Ilmu tidak hanya berbicara tentang hakikat (ontologis) pengetahuan itu
sendiri, melainkan juga mempersoalkan tentang bagaimana (epistemologis)
pengetahuan tersebut dapat diproses menjadi sebuah pengetahuan yang benar-benar
memiliki nilai guna (aksiologis) untuk kehidupan manusia. Oleh
karenanya, perkembangan ilmu pengetahuan itu pada dasarnya bersifat dinamis.
Selain pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmiah (sains) yang telah
dipaparkan di Atas, filsafat juga merupakan bagian penting yang turut dibicarakan
dalam ranah pengetahuan, sebab filsafat merupakan bagian dari pengetahuan itu
sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, 1962, The Book of Knowledge, yang diterjemahkan oleh Nabih Amin
Faris, Asyraf, Lahore.
Gove, Philips Babcock, 1966, et.al. (ed). Webster
Third New International Dictionary. Massachussets, USA: G
& C Merriam Company Publisher.
Soetriono dan SRDm Hanafie, 2007, Epistemologi dan Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Irwandar . Dekonstruksi Pemikiran Islam, 2003, Idealitas
Nilai dan Realitas Empiris. Yogyakarta: Ar-Ruz Media,
au7ia.blogspot.co.id/2012/12/makalah-metode-studi-islam.html
[1]
au7ia.blogspot.co.id/2012/12/makalah-metode-studi-islam.html, pada tanggal 16 november 3015 pukul 13.03
[2] Al-Ghazali, The Book of Knowledge, yang diterjemahkan oleh
Nabih Amin Faris, Asyraf, Lahore, 1962.
[3] Soetriono dan SRDm Hanafie. Epistemologi dan Metodologi Penelitian
Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007. hlm:19
[4] Irwandar . Dekonstruksi Pemikiran Islam, Idealitas Nilai dan
Realitas Empiris. Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2003. hlm:48
[5] Philips Babcock Gove, et.al. (ed). Webster Third New International Dictionary. Massachussets, USA: G
& C Merriam Company Publisher, 1966. hlm:1698
[6] http://yudhiart.blogspot.co.id/2011/01/islam-sebagai-pengetahuan-ilmiah.html, pada
tanggal 16 november 2015 pukul 09.00wib
[7] http://yudhiart.blogspot.co.id/2011/01/islam-sebagai-pengetahuan-ilmiah.html, pada
tanggal 16 november 2015 pukul 09.00wib
[8] http://hadifauzan.blogspot.co.id/2012/03/makalah.html, pada tanggal 16 november 2015 pukul 10.05